Ucapan Benar dalam Pandangan Agama Buddha

Sotthi Hotu, Namo Buddhaya

Semoga kita selalu berbahagia
Sadhu…

Akhir-akhir ini banyak sekali permasalahan yang menjadi viral di dunia maya. Salah satu berita yang hingga tulisan ini diterbitkan masih merajai trending Youtube di Indonesia adalah permasalahan akibat pro dan kontra tentang “Puisi Ibu Indonesia”. Meskipun demikian, penulis tidak akan ikut memberikan komentar yang panjang lebar untuk permasalahan tersebut. Hal itu karena tempat tersebut bukanlah ranah yang tepat bagi penulis untuk berceloteh ria 😀

Lain halnya dengan beberapa post penulis terdahulu, tulisan kali ini memiliki nilai istimewa karena membagikan resep yang bernilai tinggi. Jika berbicara mengenai resep, pikiran kita akan selalu tertuju kepada makanan, bukan? Hehehe… Tapiiii, resep yang dibahas kali ini tidak ada kaitannya sama sekali dengan makanan. Resep yang dibahas dalam tulisan ini adalah resep untuk mengatasi segala permasalahan dalam setiap segi kehidupan.

Tahukah Anda bahwa ada resep yang cocok untuk segala permasalahan dalam kehidupan?

Kalau Anda berpikir tidak ada, penulis akan mencoba membagikannya kepada kalian 😀

Resep yang dimaksud telah dirumuskan oleh Buddha Gotama. Penulis berpikir bahwa resep ini akan jauh lebih bermanfaat ketika disebarluaskan ke khalayak umum. Oleh karena itu, resep untuk mengatasi segala permasalahan dalam hidup ini akan disampaikan dalam tulisan ini.

Ribuan tahun yang lalu, resep untuk mengatasi segala permasalahan dalam hidup telah ditemukan oleh Buddha. Resep tersebut dirangkum dalam 4 Kebenaran mulia (Cattari Ariyasaccani) yang dapat dipahami dengan jelas oleh orang-orang yang telah suci. Jadi, ketika kita belum memiliki tingkat sila (aturan disiplin dalam bertingkah laku), samadhi (konsentrasi), panna (kebijaksanaan) yang mumpuni, 4 kebenaran mulia tersebut tidak lebih dari sekedar pengetahuan.

Analogi sederhananya adalah sebagai berikut.

Seorang anak SD yang baru belajar matematika, ketika melihat persamaan E= mc^2 yang dikenalkan oleh Albert Einstein dalam Teori Relativitasnya, anak tersebut tidak akan tahu apa maksud dari rumus tersebut. Satu hal yang anak itu tahu hanyalah satu baris persamaan yang disusun oleh huruf E, m dan c. Padahal, persamaan tersebut mampu mendeskripsikan hal-hal luar biasa yang terjadi di alam semesta ini, salah satunya bisa menjelaskan reaksi fusi pada matahari. Demikian halnya juga dengan 4 kebenaran mulia (Cattari Ariyasaccani), hanya dapat dipahami dengan jelas oleh orang-orang yang telah suci. Orang-orang yang belum terbebas dari keserakahan, kebencian, dan kebodohan batin, sekedar mengetahui dalam level pengetahuan belaka.

Pertanyaannya yang muncul selanjutnya adalah,…

Apakah kita termasuk orang suci?
Apakah kita sudah terbebas dari keserakahan, kebencian, dan kebodohan batin?

Jika jawabannya adalah “belum”, bukan berarti kita harus berpangku tangan. Kita harus berupaya lebih baik dalam hal sila, samadhi, dan panna agar setidaknya kita sudah berada di jalan yang bisa membebaskan diri dari penderitaan.

Penulis akan menguraikan secara singkat isi dari 4 kebenaran mulia.
4 Kebenaran mulia terdiri dari:
1. Dukkha.
Beda loh ya dengan kata “Duka” yang ada di bahasa indonesia. Dukkha diambil dari bahasa Pali, yang artinya ketidakpuasan. Dukkha yang dimaksud bisa meliputi keadaaan yang bahagia atau pun sedih, karena ketika kita bahagia, kita tidak pernah puas dan berusaha mendapatkan kebahagiaan yang lebih tinggi, sedangkan ketika sedih, kita juga tidak puas dan ingin segera mengakhiri situasi dan kondisi buruk yang terjadi pada diri kita.
2. Sebab Dukkha
3. Lenyapnya Dukkha
4. Jalan Menuju Lenyapnya Dukkha

Mungkin kalian akan bertanya,

“Resepnya mana? Itu kan cuma penguraian yang bener-bener singkat dari 4 kebenaran mulia?”

Eitsssss, tunggu duluuuu, jika dicermati lebih jauh, 4 kebenaran mulia itu sudah mampu menjawab permasalahan tentang penderitaan dalam kehidupan. Kalimat kunci untuk mengatasi penderitaan dalam kehidupan adalah

“Kita harus mengerti dengan baik tentang dukkha, sebab dukkha, lenyapnya dukkha, dan jalan menuju lenyapnya dukkha”.

Perhatikan bahwa 4 kebenaran mulia telah berhasil menjawab permasalahan berkaitan dengan penderitaan. Dengan kata lain, 4 kebenaran mulia menyiratkan 4 pertanyaan yang mampu diperluas untuk mengatasi permasalahan dalam segala bidang kehidupan. yaitu:

1. Apa masalah yang sedang hadapi?
2. Mengapa masalah tersebut timbul?
3. Masalah tersebut pasti berakhir (bisa diselesaikan)
4. Bagaimana cara menyelesaikan masalah tersebut?
Empat rumusan di atas yang dimaksudkan penulis sebagai
Resep untuk mengatasi segala Permasalahan dalam kehidupan

Penulis akan memberikan contoh penyelesaian permasalahan dengan menggunakan resep yang sudah disebutkan di atas. Masalah yang dipilih berkaitan dengan “Puisi Ibu Indonesia” yang sedang viral beberapa waktu terakhir di Indonesia.
Masalah tersebut akan dipartisi oleh penulis mengikuti resep dari 4 kebenaran mulia.
1. Apa masalah yang sedang hadapi?
Pro dan Kontra terhadap “Puisi Ibu Indonesia”

2. Mengapa masalah tersebut timbul?
Ada seseorang yang tidak mempraktikkan “Ucapan Benar” dalam momen tertentu

3. Masalah tersebut pasti berakhir (bisa diselesaikan)
Tentu saja pernyataan di atas tepat sekali karena memberikan efek optimisme bagi orang yang sedang dilanda permasalahan. Dengan demikian, masalah yang dihadapinya dapat diselesaikan dengan lancar.

4. Bagaimana cara menyelesaikan masalah tersebut?
Penyelesaian masalah pun dapat dilakukan dengan berbagai macam pendekatan. Ada yang berupa pendekatan preventif, represif, persuasif ataupun kuratif. Penyelesaian yang akan dijelaskan lebih rinci oleh penulis tentang cara mengatasi permasalahan “Puisi Ibu Indonesia” adalah menggunakan pendekatan preventif, yaitu melalui pencegahan. Meskipun nyatanya peristiwa tersebut telah terjadi, tetapi penulis berharap tidak ada lagi yang terjerumus ke dalam masalah yang serupa di masa mendatang 😀

Solusi untuk masalah tersebut dapat ditemukan apabila kita memahami penyebabnya. Sebagaimana yang telah kita tahu bahwa akar permasalahannya berkaitan dengan adanya seseorang yang tidak mempraktikkan “Ucapan Benar”, maka solusi yang ditawarkan adalah “Semua orang harus mempraktikkan Ucapan Benar dalam hidupnya”.

Lantas akan timbul pertanyaan yang baru, “Apa maksud dari Ucapan benar?”

Ucapan Benar dalam Pandangan Agama Buddha harus memenuhi beberapa faktor berikut, yaitu:
1. Jujur
Penulis rasa kita semua sudah tahu mengenai makna dari jujur. Perkataan yang jujur adalah perkataan yang apa adanya, tanpa ada hal yang dilebihkan atau dikurangkan. Lawan dari jujur adalah berbohong. Penyebab seseorang berbohong utamanya hanya ada 2, yaitu takut atau tidak percaya diri. Silahkan kita renungkan masing-masing dan ingatlah kapan kita telah berbohong, dan cari tau sebabnya, apakah dilandasi rasa takut atau justru kita tidak percaya diri????

2. Disampaikan dengan lembut
Ucapan benar juga harus memenuhi syarat nomor 2, yaitu disampaikan dengan lembut. Jadi, jika kita menyampaikan hal yang jujur dengan nada suara yang tinggi (cenderung teriak), dapat dipastikan itu belum masuk kategori ucapan benar dalam pandangan Agama Buddha.

3. Menimbulkan Keharmonisan
Setelah memenuhi jujur dan disampaikan dengan lembut, faktor selanjutnya adalah perkataan yang keluar dari mulut kita sebaiknya menimbulkan suasana yang penuh dengan keharmonisan. Ketika ucapan kita justru menimbulkan perpecahan, perkataan kita belum termasuk kategori ucapan yang benar.

4. Bermanfaat
Faktor selanjutnya adalah ditinjau dari segi manfaat. Kita lebih baik diam, seandainya tidak bisa mengeluarkan ucapan yang bermanfaat untuk banyak orang.

5. Tepat waktu
Unsur ucapan benar yang selanjutnya adalah tepat waktu. Artinya, ucapan yang kita sampaikan harus memperhatikan situasi dan kondisi yang pas untuk disampaikan. Berkaitan dengan tepat waktu, penulis teringat dengan salah seorang dosen statistika yang pernah bercerita tentang kematian seorang anak di rumah sakit. Beliau ditugaskan untuk memberi kabar ke pihak orang tua korban bahwa si anak telah meninggal. Dosen tersebut berpikir keras, kalo langsung menelpon si orang tua dan memberi tahu bahwa anaknya telah meninggal, akan menyebabkan orang tuanya menjadi syok. Kalo tidak dikasih tau bahwa si anak meninggal, maka dia telah berbohong. Akhirnya, dia memberanikan diri tetap menelpon si orang tua korban, dan memberi kabar dengan pernyataan berikut.
“Bu, nilai variansi dari napas anak Ibu adalah nol” 😀
Selamatlah Dosen tersebut dari ucapan berbohong. Pernyataan tersebut justru membuat sang ibu menjadi bingung dibanding seharusnya bersedih. 😀

6. Didasari oleh cinta kasih
Unsur yang terkahir dalam ucapan benar adalah ucapan yang disampaikan dilandasi oleh cinta kasih. Artinya, ucapan yang keluar dari mulut kita haruslah memberikan kebahagiaan untuk makhluk yang mendengarnya.

Dengan demikian, ucapan benar menurut pandangan agama Buddha harus memenuhi 6 unsur diatas sekaligus, mulai dari jujur, disampaikan dengan lembut, menimbulkan keharmonisan, bermanfaat, tepat waktu dan didasari oleh cinta kasih. Semua unsurnya memiliki keterkaitan satu sama lain dan tidak dapat dipisahkan ketika ingin ucapan yang keluar dari mulut kita adalah “Ucapan Benar

Berikut adalah ringkasan ucapan benar dalam Agama Buddha yang digambarkan menggunakan Diagram.

Demikianlah hal yang dapat penulis bagikan di kesempatan kali ini.
Akhir kata, sekian dan terima kasih 🙂

Jangan berbicara kasar kepada siapapun,
karena mereka yang mendapat perlakuan demikian,
akan membalas dengan cara yang sama.
Sungguh menyakitkan ucapan kasar itu, yang pada gilirannya akan melukaimu.
(Dhammapada: Danda Vagga X :133)

Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
(Semoga Semua Makhluk Berbahagia)
Sadhu..Sadhu…Sadhu…

Sotthi Hotu, Namo Buddhaya 🙂

Leave a comment

Create a website or blog at WordPress.com

Up ↑